PDM Kabupaten Kediri - Persyarikatan Muhammadiyah

 PDM Kabupaten Kediri
.: Home > Naskah Pengajian (3)

Homepage

Naskah Pengajian (3)

 

Turunnya Al-Qur'an S. Ali Imron 190....(1)

CELAKALAH BAGI ORANG YANG MEMBACANYA TETAPI TIDAK PERNAH MEMIKIRKANNYA

Assalamualaikum Wr Wb.

Segala puji hanya milik Allah semata, yang menciptakan langit dan bumi dengan haq, penuh dengan hikmah dan tiada satu pun dari makhluk ciptaanya yang sia-sia. Sesungguhnya di dalam penciptaan makhluk-makhluk Allah terdapat tanda-tanda kekuasaanNya bagi orang-orang yang berakal.

Salawat dan salam tercurah kepada Rasul Allah Muhammad SAW sebagai pelita dan rahmat bagi seluruh alam jagad raya, pembawa risalah ilahiyah yang tak kenal lelah dalam menegakkanya meskipun tantangan, rintanggan dan berbagai cobaan lainnya menghadang, beliau tetap sabar dan tegar dalam menghadapinya. Mudah-mudahan kita menjadi orang-orang yang senantiasa mencontoh kepribadian yang ada padanya.

Serta tidak lupa saya berwasiat kepada diri pribadi khususnya dan kepada jamaah sekalian pada umumnya untuk senantiasa bertakwa kepada Allah SWT dengan sungguh-sungguh. sebagaimana tertera dalam Al Quran surah  Al Baqarah ayat 102 yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”. dengan segala kesungguhan kita melaksanakan semua perintah Allah dan dengan kesungguhan pula kita menhindari segala bentuk kemaksiatan kepadaNya.


Allah berfirman dalam Q.S Ali Imran ayat 190 :
Faedah selalu ingat kepada Allah dan merenungkan ciptaan-Nya

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”

Asbabun nuzul ayat di atas sebagaimana disebutkan dalam tafsir Ibnu Katsir; pernah suatu saat Abdullah bin umar bertanya kepada Aisyah tentang suatu amal yang paling menakjubkan dan teristimewa pada diri nabi Muhammad SAW. Lantas dijawab oleh Aisyah bahwa seluruh amal Nabi menakjubkan dan semuanya istimewa sembari beliau bercerita bahwa pernah dalam suatu malam ketika Nabi selesai melaksanakan qiyamul lail beliau menangis tersedu-sedu hingga air mata beliau membasahi jenggot, setelah itu beliau sujud dan masih dalam keadaan menangis hingga air mata beliau membasai tempat sujud. Datanglah Bilal bin Rabah untuk menginggatkan bahwa waktu subuh hampir tiba, melihat Nabi menangis Bilal bertanya: “wahai Nabi apa yang membuat Engkau menangis padahal Allah SWT telah mengampuni semua dosamu yang lampau maupun yang akan datang ?” lantas Nabi menjawab: ”bagaimana aku tidak menangis, Baru saja turun kepadaku satu ayat (Q.S Ali Imran ayat 190). Maka celakalah bagi orang yang membaca ayat tersebut tetapi dia tidak memikirkannya”.

Marilah kita fikirkan ayat di atas sesuai dengan kadar kemampuan kita masing-masing. Jika kita perhatikan bagaimana Allah menciptakan samawaat sebagai bentuk jama’ dari sama’ yang berarti langit-langit atau banyak langit mengisyaratkan bahwa langit itu tidak hanya satu jenis saja tetapi lebih dari satu, kita perhatikan dalam Q.S Al Baqarah ayat 29 :

Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu”.

Firman Allah dalam Q.S Al Mulk ayat 3 :

Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?”

Firman Allah dalam Q.S Nuh ayat 15 :

“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat?”

Dan Firman Allah dalam Q.S An Naba’ ayat 12 :

“dan Kami bina di atas kamu tujuh buah (langit) yang kokoh”

 

Semua firman-firman Allah menunjukkan bahwa langit itu ada tujuh lapis. Sekarang yang menjadi pertanyaan bagi kita adalah ilmu sain moderen atau modern science manakah yang sudah mengetahui tujuh lapisan itu, Apa pembatas diantara langit-langit itu? Itu baru dua pertanyaan yang kita belum mampu menjawabnya belum lagi pertanyaan-pertanyaan lain seputar keadaan setiap lapisan dari tujuh langit tersebut. Subhanallah.... Islam memberi isyarat ilmu astronomi tentang tujuh langit sejak 14 abad silam yang belum disentuh sekalipun oleh neo modern science.

Pernahkah juga kita berfikir bagaimana Allah telah menciptakan langit tanpa tiang ?. ini merupakan sesuatu yang sangat menakjubkan, siapakah yang mampu melakukan hal demikian selain Allah ? mustahil manusia ada yang bisa berbuat demikian. Hanya dengan kekuasaan Allah sajalah itu semua bisa tercipta, dan amat mudah bagiNya melakukan yang demikian. Mari kita perhatikan firman Allah dari dua surah yang berbeda berikut ini :

“Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan Dia meletakkan gunung-gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu; dan memperkembang biakkan padanya segala macam jenis binatang. Dan Kami turunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik”. (Q.S Luqman: 10)

“Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arasy, dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan (mu) dengan Tuhanmu”.(Q.S Ar Ra’d: 2)

 

Satu-satunya tempat tinggal yang aman dan nyaman bagi manusia adalah bumi karena memang demikian Allah menciptakan bumi ini untuk ditempati sehingga tidak mungkin manusia menjadikan selain bumi untuk menetap. Meskipun banyak bencana yang terjadi di permukaan bumi ini yang disebabkan oleh ulah tangan manusia, tidak mungkin bagi mereka kabur ke planet lain sebagai tempat singgah selama kehidupannya. Bumi tetap menjadi tempat ideal bagi mereka sekalipun manusia bisa sampai ke planet lain seperti bulan tetap saja keberadaan mereka terbatas dangan banyaknya oksigen yang mereka bawa. Dengan keberadaan manusia di bumi mereka bisa menjelajah kemana saja tempat yang hendak dituju. Bagi orang-orang beriman petualangan dan penjelajahan mereka di muka bumi ini tiada lain kecuali untuk mencari petunjuk dan hidayah Allah SWT.

Sungguh kekuasaan Allah yang ditunjukkan melalui banyak ciptaanya, tiada satu pun yang dapat menandingi-Nya. Adakah Tuhan selain Allah yang berkuasa seperti kekuasan Allah? Kita adalah makhluknya yang teramat lemah di hadapan-Nya sehingga tidak layak bagi kita bersifat takabur atas kesombongan yang ada pada diri kita yang sering menjebak pada sifat-sifat ketuhanan yang hanya dimiliki-Nya atau kita malah menuhankan benda-benda lain yang sama lemahnya antara yang menyembah dan yang disembah. Sungguh tujuan Allah menciptakan langit dan bumi agar kita sering-sering bertafakur atas Kemaha Besaran-Nya yang akhirnya bermuara pada sebuah ketauhidan kepada Rabbul Izzati Allah Subhanahu wa ta’ala.


 

“Atau siapakah yang telah menjadikan bumi sebagai tempat berdiam, dan yang menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya, dan yang menjadikan gunung-gunung untuk (mengkokohkan)nya dan menjadikan suatu pemisah antara dua laut ? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan (sebenarnya) kebanyakan dari mereka tidak mengetahui.” (Q.S An Naml: 61)

 

“Yang menjadikan bumi untuk kamu sebagai tempat menetap dan Dia membuat jalan-jalan di atas bumi untuk kamu supaya kamu mendapat petunjuk”. (Q.S Az Zukhruf: 10)

 

Silih bergantinya siang dan malam menunjukkan bahwa waktu terus berjalan, waktu akan menggilas siapa saja yang tidak bisa menggunakannya dengan baik, sebaliknya waktu akan menjadi teman setia bagi siapa saja yang dapat menggunakanya dalam kebaikan dan hal-hal yang bermanfaat. Perubahan waktu yang terus berjalan, hendaknya menjadi perenungan bagi kita untuk menemukan rahasia-rahasia yang terkandung di dalamnya. Proses kehidupan manusia di dunia yang singkat, sering tidak disadari oleh mereka sehingga kadang-kadang dunia ini dianggap negeri abadi. Banyak orang berkata, “sekarang saya sudah berumur 60 tahun, tapi saya belum tahu apa-apa tentang agamaku”. Ada banyak pertanyaan yang harus kita jawab pada diri kita masing-masing. dari apa aku diciptakan, untuk apa aku diciptakan, dan akan kemana aku akan berjalan (surgakah atau nerakakah tempatku). Semakin hari bilangan umur bertambah sedangkan sisa jatah hidup kita terus berkurang, sudah barang tentu proses kehidupan yang kita jalani ini tidak terlepas dari intaian sang waktu, bukan hanya kehidupan manusia saja yang selalu disertai dengan waktu. telur atau anak binatang akan mengalami proses kehidupanya dari yang tidak bisa apa-apa sampai bisa apa-apa (sesuai fitrahnya) juga tidak terlepas dari sang waktu. Berbagai jenis tumbuhan yang berawal dari biji-bijian hingga mempunyai akar yang kokoh, batang yang besar, cabang atau ranting yang menjulang, dedaunan yang rindang serta warna-warni. Semua perubahan yang ada tidak lepas dari iringan sang waktu.

Sungguh terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah pada setiap ciptaan-Nya bagi orang-orang yang berakal. Lantas siapakah yang disebut sebagai orang-orang berakal itu ?. Allah telah berfirman dalam Qur’an Surah Ali Imran ayat 191 sebagai penjelas dari ayat sebelumnya.

“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (Q.S Ali Imran: 191)

 

Orang-orang yang berzikir kepada Allah pada setiap kesempatan dan keadaan, merekalah yang disebut sebagai orang yang berakal, yang senantiasa berdoa kepada Allah SWT dengan memuji dan mensucikanNya agar Dia memelihara mereka dari siksa api neraka. Ingat kepada Allah bukan hanya ketika kita berada di masjid, majlis dzikir, ketika kita sempit atau ketika kita ditimpa sakit, tetapi hendaklah ingatan kita kepada Allah dalam segala keadaan, ketika sedang berada di kantor, pasar, dalam perjalanan, ketika kita dalam keadaan senang maupun dalam keaadaan sehat serta dalam keadaan-keadaan yang lainnya kita selalu dzikir dan taat kepada Allah SWT.

Allah Maha Suci dan Sempurna Yang menciptakan makhluk-Nya tanpa ada kesia-siaan sedikitpun, meskipun itu seekor Nyamuk ataupun lalat. Tidakkah banyak perusahaan, penelitian-penelitian ilmiah ada berkat jasa Nyamuk dan lalat?

Mari kita perhatikan dua firman Allah berikut ini, Allah berfirman :

“Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: "Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?." Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang  yang  fasik” (Q.S Al-Baqarah : 26)

“Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah.” (Q.S Al-Hajj : 73)


By. M. Huda Abdunafi

BEBERAPA KESALAHAN FATAL
DI DALAM BUKU HARUN YAHYA (2)

Oleh :
Abu Hudzaifah al-Atsari

 

Manusia tidak dapat lepas dari kesalahan, sedangkan kewajiban setiap Muslim adalah saling mengingatkan
di dalam menetapi kebenaran dan kesabaran. Harun Yahya –saddadahullahu- adalah diantara cendekiawan dan saintis muslim yang juga terperosok ke dalam kesalahan yang cukup fatal di dalam masalah aqidah.

Kesalahan-kesalahan beliau ini tersebar di mayoritas buku-bukunya yang membicarakan tentang Islam. Kami tidak menutup mata dari mashlahat yang beliau berikan bagi ummat di dalam membela Islam dan membantah faham-faham materialistis saintifis. Namun, biar bagaimanapun beliau adalah manusia yang kadang salah kadang benar, sehingga kita wajib menolak kesalahan-kesalahannya dan wajib menerangkannya kepada ummat agar ummat tidak terperosok ke dalam kesalahan yang sama. Semoga Allah menunjuki diri kami, diri beliau dan seluruh ummat Islam.

Beliau memiliki kesalahan-kesalahan yang fatal di dalam buku-bukunya, diantaranya yang berjudul EVOLUTION DECEIT (Keruntuhan Teori Evolusi) yang menunjukkan pemahamannya terhadap Aqidah dan Tauhid yang keliru. Bab yang menunjukkan kesalahan ini diantaranya terdapat di dalam bab ”The Real Essence of Matter”. Perlu saya tambahkan di sini, walaupun Harun Yahya melakukan kesalahan serius di dalam perkara aqidah, namun saya tidak pernah menvonisnya sebagai Ahlul Bid’ah, terlebih-lebih menvonisnya sebagai kafir, nas’alullaha salamah wa ‘afiyah. Sebab, bukanlah hak saya untuk melakukan vonis semacam ini, namun hal ini adalah hak para ulama dan ahlul ilmi yang mutamakkin (mumpuni). Saya di sini hanya ingin menunjukkan beberapa kesalahan yang beliau lakukan sebagai bentuk amar ma’ruf nahi munkar.

Harun Yahya –saddadahullahu- berkata di dalam pembukaannya di dalam “Where is God?” (Dimana Tuhan) pada halaman 175, sebagai berikut :


"The basic mistake of those who deny God is shared by many people who in fact do not really deny the existence of God but have a wrong perception of Him. They do not deny creation, but have superstitious beliefs about "where" God is. Most of them think that God is up in the "sky". They tacitly imagine that God is behind a very distant planet and interferes with "worldly affairs" once in a while. Or perhaps that He does not intervene at all: He created the universe and then left it to itself and people are left to determine their fates for themselves. Still others have heard that in the Qur'an it is written that God is everywhere" but they cannot perceive what this exactly means. They tacitly think that God surrounds everything like radio waves or like an invisible, intangible gas. However, this notion and other beliefs that are unable to make clear "where" God is (and maybe deny Him because of that) are all based on a common mistake. They hold a prejudice without any grounds and then are moved to wrong opinions of God. What is this prejudice?"
 

Yang artinya adalah :

“Kesalahan mendasar bagi mereka yang mengingkari Tuhan yang tersebar pada kebanyakan orang adalah pada kenyataannya mereka tidaklah mengingkari keberadaan Tuhan itu sendiri, namun mereka memiliki persepsi yang berbeda terhadap Tuhan. Mereka tidaklah mengingkari penciptaan, namun mereka memiliki keyakinan takhayul mengenai “dimanakah” Tuhan itu berada. Mayoritas mereka beranggapan bahwa Tuhan berada berada di atas ”Langit”. Mereka secara diam-diam membayangkan bahwa Tuhan berada di balik planet-planet yang sangat jauh dan turut mengatur ”urusan dunia” sesekali waktu. Atau mungkin Tuhan tidak turut campur tangan sama sekali. Dia menciptakan alam semesta dan membiarkan apa adanya dan manusia dibiarkan begitu saja mengatur nasib mereka masing-masing. Sedangkan lainnya, ada yang pernah mendengar bahwa Tuhan ”ada di mana-mana”, namun mereka tidak dapat memahami maksud hal ini secara benar. Mereka secara diam-diam berfikir bahwa Tuhan meliputi segala sesuatu seperti gelombang radio atau seperti udara yang tak dapat dilihat ataupun diraba. Bagaimanapun juga, dugaan ini dan keyakinan lainnya yang tidak mampu menjelaskan ”dimanakah” Tuhan berada (atau bahkan mungkin mengingkari Tuhan dikarenakan hal ini), seluruhnya adalah kesalahan yang lazim terjadi. Mereka berpegang pada praduga yang tak berdasar dan akhirnya menjadi keliru di dalam memahami Tuhan. Apakah prasangka ini??”

Kemudian beliau sampai kepada perkataan filsafat sebagai berikut (hal. 189) :


"Consequently it is impossible to conceive Allah as a separate being outside this whole mass of matter (i.e the world) Allah is surely "everywhere" and encompasses all.
 

Yang artinya :

“Maka dari itu, merupakan suatu hal yang mustahil untuk memahami Allah sebagai suatu Dzat yang terpisah
dari keseluruhan massa partikel/materi (yaitu dunia), Allah secara pasti “berada di mana-mana” dan meliputi segala sesuatu.”

Perkataan ini jelas-jelas perkataan kaum shufiyah, bahkan menyimpan pemahaman konsep Wihdatul Wujud.
Pemahaman ini jelas-jelas suatu kekeliruan yang nyata dan fatal yang setiap muslim dan mukmin harus baro’ (berlepas diri) darinya. Karena Ahlus Sunnah meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala beristiwa di atas Arsy-Nya di atas Langit, Dzat-Nya terpisah dari makhluk-Nya dan Ilmu-Nya meliputi segala sesuatu.

Harun Yahya –saddadahullahu- menulis di halaman 190 tentang ”kedekatan Allah secara tidak terbatas” terhadap makhluk-Nya dengan membawakan dalil :

”Jika hamba-hamba-Ku bertanya tentang-Ku, sesungguhnya Aku dekat.” (Al-Baqoroh : 186)

”Dan (ingatlah), ketika Kami wahyukan kepadamu: "Sesungguhnya (ilmu) Tuhanmu meliputi segala manusia." (Al-Israa’ : 60)

Harun Yahya juga membawakan ayat yang berhubungan dengan kedekatan Allah terhadap manusia tatkala
sakaratul maut, yaitu :

”Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan, padahal kamu ketika itu melihat, dan Kami lebih
dekat kepadanya dari pada kamu. Tetapi kamu tidak melihat.”
(Al-Waaqi’ah : 83-85)

Padahal ayat-ayat yang dibawakan oleh Harun Yahya ini, tidak sedikitpun menunjukkan pemahaman bahwa
Allah Dzat Allah ada dimana-mana, namun menurut pemahaman Ahlus Sunnah yang dimaksud oleh Firman Allah di atas adalah, “Ilmu” Allah-lah yang meliputi segala sesuatu. Sebagaimana dikatakan oleh al-Imam
Sufyan ats-Tsauri, tatkala ditanya tentang ayat wa huwa ma’akum ayna ma kuntum (Dia berada dimanapun
kamu berada), beliau berkata : “Yang dimaksud adalah Ilmu-Nya.” (Khalqu Af’alil Ibad, Imam Bukhari)

Harun Yahya berkata pada permulaan halaman 190 sebagai berikut :


"That is, we cannot perceive Allah's existence with our eyes, but Allah has thoroughly encompassed our inside, outside, looks and thoughts...."


Yang artinya :

“Oleh karena itulah, kita tidak dapat membayangkan keberadaan Allah dengan mata kita, namun Allah benar-benar sepenuhnya meliputi bagian luar, bagian dalam, pengelihatan, pemikiran...”

Ucapan ini adalah ucapan yang keliru dan bathil. Ini adalah pemahaman filsafat shufiyah jahmiyah mu’tazilah. Sungguh, keseluruhan bab yang berjudul “The real essence of Matter” benar-benar diselaraskan dengan filosofi Harun Yahya terhadap aqidahnya. Yang apabila diringkaskan keseluruhan bab ini menjadi satu kalimat, yaitu :


"That there is no US, the WORLD is not REAL, Allah is REAL, so ALLAH is EVERYWHERE and WE ARE an ILLUSION"
 

Yang artinya :

“Bahwa kita ini tidak ada, dunia itu tidak nyata, Allah sajalah yang nyata, oleh karena itu Allah berada di mana-mana sedangkan kita hanyalah ilusi belaka.”

Hal ini tersirat di dalam perkatannya di halaman 193 :


"As it may be seen clearly, it is a scientific and logical fact that the "external world has no materialistic reality and that it is a collection of images perpetually presented to our soul by God. Nevertheless, people usually do not include, or rather do not want to include, everything in the concept of the "external world".
 

Yang artinya :

“Sebagaimana telah tampak secara nyata, merupakan suatu hal yang saintifis dan fakta bahwa dunia eksternal tidak memiliki materi yang realistis dan dunia eksternal hanyalah merupakan kumpulan gambaran yang secara terus menerus berada di dalam jiwa kita oleh Tuhan. Walau demikian, manusia seringkali tidak memasukkan, atau lebih jauh tidak mau memasukkan, segala sesuatu ke dalam konsep “dunia luar”.”

Ucapan ini berlanjut hampir pada keseluruhan bab, dan hal ini tentu saja suatu penyimpangan yang fatal dan dapat menimbulkan syubuhat terhadap para pembaca buku ini, karena biar bagaimanapun buku ini mengandung data-data saintifis, bukti-bukti rasional dan bantahan-bantahan ilmiah rasionalis terhadap kaum materialistis. Oleh karena itu menjelaskan kesalahan-kesalahan aqidah dan selainnya adalah suatu keniscayaan dan kewajiban, karena membela al-Haq lebih dicintai dari seluruh perkara lainnya.

Sebagai kesimpulan, di sini saya akan meringkaskan poin-poin kesalahan pemahaman Harun Yahya di dalam bukunya EVOLUTION DECEIT (dan selainnya), sebagai berikut :

1. Harun Yahya memiliki perkataan yang bernuansa shufiyah kental, yakni meyakini pemahaman ”Allah ada dimana-mana”, bahkan beliau memiliki perkataan yang mengarah kepada konsep Wihdatul Wujud yang kufur, semoga Allah memberinya hidayah dan mengampuninya.

2. Harun Yahya memiliki aqidah yang serupa dengan Qodariyah-Mu’tazilah di dalam masalah Qodar (Taqdir), sebagaimana secara jelas terlihat pada tulisannya di halaman 190 akhir.

3. Harun Yahya memiliki aqidah yang dekat kepada Jahmiyah di dalam menolak sifat-sifat Allah, terutama sifat istiwa Allah di atas Arsy-Nya dan Arsy-Nya berada di atas langit.

Demikianlah sebagian kecil yang dapat saya tuliskan tentang beberapa kesalahan fatal di dalam buku-buku Harun Yahya –saddadahullahu-, dan apa yang saya tuliskan di sini bukanlah menunjukkan hanya ini sajalah kesalahan beliau, namun yang saya tuliskan di sini hanyalah sebagian kecil saja dari kesalahan-kesalahan yang bersifat aqidah yang terdapat pada beliau. Tulisan ini lebih banyak diadopsi dari tulisan al-Akh Abu Jibrin al-Birithani yang meluangkan waktunya menyusun beberapa kekeliruan aqidah Harun Yahya.

Bagi para ikhwah yang tertarik dengan modern sains dan bantahan-bantahan terhadap saintis sekuler atau yang berideologi materialistis, saya lebih menyarankan untuk merujuk kepada tulisan-tulisan dan ceramah al-Ustadz DR. Zakir Naik al-Hindi, seorang ilmuwan muda India yang telah hafal al-Qur’an pada usia 10 tahun, dan sekarang menjadi presiden IRC (International Research Center) India. Beliau juga dekat dengan masyaikh jum’iyah Ahlul Hadits India, sehingga insya Allah dalam masalah aqidah, beliau jauh lebih salimah daripada ilmuwan muslim lainnya seperti Harun Yahya.


Wallahu a’lam bish showab.

Sumber: Abu Salma
 

 

Artikel ini diterima dari

http://dennies-islamiyyah.blogs.friendster.com/

 

Amal Terbaik Dalam Perspektif al-Qur’an (3)

Oleh : Prof.Dr.H.Asmuni,MA

(Guru Besar IAIN,UMSU, Ketua PWM,dan Agt Dewan Pendidikan Sumut)

 

Mengawali uraian ini mari kita perhatikan firman Allah dalam surat al-Muluk ayat 1-2 . Artinya “Maha Suci Allah Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu (1). Dia (Allah) yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya, dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (2).

Dalam ayat ini, paling tidak ada dua hal yang sangat penting. Pertama, Allah memperingatkan, bahwa Dia-lah pemilik mutlak segala kekuasaan yang ada. Siapapun yang sedang berkuasa, jangan sombong atau takbur. Kekuasaan, jangan digunakan untuk merendahkan orang lain. Tidak boleh ia digunakan untuk mengintimidasi orang yang ada dalam kekuasannya. Kekuasaan yang dimiliki oleh seorang Raja, Presiden,dan sebagainya adalah kekuasaan yang diberikan Allah. Dia harus digunakan sesuai dengan kehendak Allah. Menjalankan kekuasaan dengan cara sewenang-wenang adalah melanggar amanah. Kalau sudah berjanji, wajib dipenuhi, jangan dilanggar dengan berbagai dalih atau alasan. Allah telah mengingatkan bahwa janji itu akan dimintai pertangung jawaban. Hal ini dinyatakan dalam surat al-Isra’ ayat 34. Artinya, dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya.  Allah Maha kuasa atas segala sesuatu. Semua kekuasaan yang ada pada manusia, dapat hancur binasa jika Allah menghendakinya. Hindarilah kesombongan, dan kesewenang-wenangan serta tepatilah janji jika sudah berjanji. Janji kepada Allah, wajib ditunaikan dan janji kepada manusia juga wajib dipenuhi. Hablum minallah dan hablum minannas merupakan dua konsep yang berbeda, tetapi harus integral dalam pengamalan.

Kedua, manusia harus bisa mewujudkan sesuatu yang terbaik dan itulah yang dikehendaki Allah. Melakukan amal yang terbaik, adalah suatu keniscayaan. Semua orang, sesungguhnya pasti menghendaki sesuatu yang terbaik. Dalam mengkonsumsi makanan dan minuman, orang ingin yang terbaik. Memiliki pakaian, juga pasti ingin pakaian yang terbaik. Dalam aspek pendidikan dengan segala tingkatannya, orang mencari yang terbaik.  Apapun bidangnya, kalau mempunyai prediket terbaik, pasti akan dicari orang. Kehendak Allah tentang hal ini, sama dengan tuntutan nurani manusia.

Imam Fakhrurrazi dalam tafsirnya al-kasysyaf, menyatakan bahwa manusia dalam hidup ini, diuji Allah untuk mengetahui siapa orang yang memiliki amal terbaik. Jadi, hidup ini bukan anggar kekayaan, pangkat, kedudukan dan lainnya. Mobil mewah, usaha bisnis yang banyak sebagai indikasi daripada orang  kaya, tidak ada artinya kalau tidak bisa menjadikan diri menjadi orang yang terbaik amalnya. Ada dua faktor, menurut Imam fakhrurrazi yang harus dipenuhi agar seseorang dapat menjadi yang terbaik amalannya. Pertama, dalam melakukan pekerjaan, apapun bentuknya harus didasari dengan ihlas karena Allah. Bukan melakukan suatu perbuatan karena ingin mendapat pujian, sanjungan dan imbalan dari orang lain.

Ihlas, adalah perbuatan batin yang tidak dapat diketahui orang lain dengan pasti. Perbuatan batin dimaksud, adalah membersihkan diri dari perbuatan orang lain. Dalam sebuah karyanya tentang keikhlasan, Badiuzzaman Said Nursi mengatakan betapa pentingnya manusia membersihkan diri dari kebutuhan untuk menerima pujian dari orang lain.  Setiap individu harus bisa meninggalkannya dan berpaling hanya untuk mendapatkan rido Allah. Nursi mengatakan; engkau harus mencari keridoan Ilahi dalam setiap tindakan. Jika Allah Yang Mahakuasa merasa rido, tidak ada pentingnya seluruh dunia ini. Jika Allah menerima suatu perbuatan dan manusia menolak, tak ada pengaruh bagi-Nya sedikitpun jua. Sekali keridoan Allah diperoleh dan Dia menerimanya, manusia pasti akan beruntung  dan bahagia. Tanpa kita minta kepada-Nya, Allah dengan kebijaksanaan-Nya akan memberikan sesuatu yang terbaik. Allah akan membuat orang lain juga dapat menerimanya. Ia akan membuat mereka rido terhadap perbuatan tersebut. Karena itulah, tujuan satu-satunya dalam penghambaan ini adalah untuk mencari rido bukan pujian daripada manusia (Badiuzzaman Said Nursi, Kumpulan Risalah an-Nur, Kumpulan “Cahaya”, Cahaya Ke-21).

Ini, adalah konsekuensi dalam memahami arti keikhlasan. Ditekankan bahwa sekali Allah rido, tidak ada sesuatu pun di seluruh dunia ini yang akan berpaling dari diri seseorang. Selain itu, Allah juga mengendalikan semua hati manusia. Jika Allah sudah berkehendak, Dia akan membuat semua orang akan rido kepada dirimu. Orang seperti ini, pasti akan memperoleh kehidupan yang penuh dengan ketenteraman batin. Hidupnya tidak akan gelisah, terhindar dari segala malapetaka.

Di sisi lain, jika Allah tidak memberikan rido-Nya kepada seseorang, tidak akan mungkin kehidupannya penuh dengan makna. Setiap mukmin sejati, memahami dengan pasti bahwa jika ia hanya mendapatkan rido manusia, semua itu tidak ada artinya di hadapan Allah. Dia tidak akan mendapatkan apa-apa untuk bekalnya di hari akhirat kelak. Mungkin saja banyak jumlah orang yang meridoinya, kekayaan banyak, dan kekuasaannya tinggi. Semua itu lemah dan sirna ditelan masa. Semua itu akan kehilangan kekuatannya setelah membusuk di perut bumi. Dukungan dengan jumlah yang besar dari orang lain dengan imbalan material, tidak akan berarti apa-apa di hari kemudian nanti. Hanya Allah yang abadi, Dia maha segalanya dan hanya Dia yang kita harapkan rido-Nya. Dengan memahami kebenaran ini, orang akan bisa mendapatkan pemahaman keikhlasan yang abadi. Ia harus menuju kepada keridoan Allah dan membebaskan dirinya dari sanjungan dan pujian orang lain. Siapa saja yang memiliki kepribadian ihlas, niscaya akan menjadi orang yang terbaik amalannya. Itulah pesan Allah lewat al-Quran. Jangan hanya dijadikan wacana, tetapi harus dapat diaplikan dalam kehidupan ini. Semoga kebahagiaan yang hakiki dapat bersemayan dalam jiwa kita.

Setiap orang beriman yang berharap untuk mendapatkan keikhlasan, harus dapat membebaskan dirinya dari kekhawatiran terhadap apa yang akan dikatakan orang lain. Kekhawatiran ini mengakar dalam komunitas masyarakat yang kurang cerdas. Seseorang tidak akan pernah dapat berbuat ikhlas dengan murni selama ia membutuhkan pengakuan dari orang lain. Seseorang harus selalu ikhlas dalam niatnya dengan murni mencari keridoan Allah. Namun demikian, tidak sedikit orang lain memberikan kerelaan kepada orang lain. Ini, tidak bermanfat baginya kecuali Allah merelakannya juga. Orang yang mendapatkan keridoan, bantuan, cinta, dan pengakuan Allah, niscaya dia akan mendapatkan bantuan yang bisa didapatkan oleh semua orang.

Jika ia berlaku ikhlas, Allah akan membuatnya mampu menjalani keidupan yang paling baik di dunia dan di akhirat. Allah memberikan fasilitas-fasilitas yang diperlukan dalam hidupnya. yang tidak didapatkan dari manusia, serta menganugerahinya persahabatan yang tidak dapat dibandingkan dengan persahabatan dengan manusia. Dalam salah satu karyanya, Said Nursi juga menegaskan, keridoan Allah sudahlah cukup. Jika Dia menjadi kekasihmu, semuanya akan menjadi kekasihmu. Jika Dia bukan kekasihmu, pujian dari seluruh bumi tidaklah berarti. Kerelaan dan keridoan manusia, jika dicari melalui perbuatan duniawi lainnya, akan menggagalkan perbuatan tersebut. Jika mereka tergoda, kemurnian itu akan sirna dari pandangan mata.

Wahai jiwa yang rendah, jika engkau mendapatkan rido Tuhanmu dengan kasih dan pengabdianmu, cukuplah hal itu bagimu dan tidak perlu lagi mencari rido manusia. Jika manusia setuju dan menerima kepentingan Allah, hal itu adalah baik. Jika mereka melakukan sesuatu untuk mendapatkan keberkahan dunia, hal itu sama sekali tak ada nilainya. Karena mereka adalah hamba-hamba yang lemah, sepertimu. Memilih pilihan kedua di atas berarti kemusyrikan. Jika seseorang melakukan suatu pekerjaan untuk penguasa, hal itu harus dilaksanakan. Jika tidak, akan muncul banyak masalah dan situasi yang sulit. Keikhlasan merupakan perbuatan batin, tetapi sangat menentukan dalam mewujudkan amal yang terbaik.

Faktor kedua, untuk menjadikan diri sebagai orang yang paling baik amalnya adalah kebenaran. Imam Fakhurrazi menegaskan bahwa ukuran benar dan salah adalah sunnah Rasulullah. Tegasnya, dalam melakukan ibadah mahdoh seperti salat, puasa, haji dan lainnya maupun ghoiru mahdoh seperti bersedekah, infak dan lainnya harus sesuai dengan sunnah Rasulullah. Manusia, siapaun orangnya tidak boleh membuat kebijaksaan baru dalam beribadah kepada Allah. Kewajiban salat lima waktu satu hari satu malam, jangan dikurang atau ditambahi. Puasa Ramadon sebagai salah satu rukun Islam, jangan diengkari atau diganti dengan sejumlah uang tanpa alasan syar’i. Jangan dikatan haji itu sah dilaksanakan di tempat selain Mekah al-Mukaramah.  Ibadah sosial sebagai pendamping ibadah mahdoh harus dilaksanakan dengan yang benar sesuai dengan petunjuk Rasullah.  Soal teknis pelaksanaannya, terserah kepada orang yang melaksanakannya, tetapi jangan ada secercah motif ria atau ingin memberikan kerusakan kepada orang lain.

Ihlas dan benar yang merupakan unsur penting dalam mewujudkan diri sebagai orang yang paling baik amalnya. Keduanya,  adalah milik semua orang yang beriman, baik laki-laki maupun perempuan. Keduanya, bukan hanya milik orang kaya dan pejabat, tetapi orang fakir dan miskin juga dapat  memilikinya. Ada orang yang kerjanya hanya jual beli barang-barang botot atau barang yang sudah tidak berguna lagi. Akan tetapi, di antara mereka ada yang imannya begitu tangguh. Salat lima waktunya tidak pernah tinggal. Ibadah Ramadonnya dilaksanakan dengan baik. Setiap hari raya idul adha dia ikut berkurban bersama dengan orang-orang yang kaya. Dia sisihkan penghasilannya setiap hari, lalu dia tabung. Menabung selama satu tahun, cukup untuk berkurban. Iman orag-orang yang seperti ini, sungguh mengagumkan dan perbuatannya merupakan indikasi sebagai orang yang amalnya  paling baik. Ada di antara mereka yang kerjanya pemulung, tetapi mampu melaksanakan ibadah haji. Hal ini, bukan hayalan, tetapi realitas yang nyata dan terjadi pada tahun 2012 yang lalu. Dia bahkan bukan hanya berangkat haji seorang diri, tetapi bersama dengan isterinya. Alangkah kerdil dan tipisnya iman yang ada dalam dada ini, setelah melihat kenyataan yang sedemikian rupa. Siapapun di antara kita behak menjadi orang yang amalnya terbaik (ihlas dan benar) yang insya Allah akan mendapat rido Allah dan masuk dalam Surga Jannatun Na’im..Wallahu a’lam bis shawab.


 



Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website