PDM Kabupaten Kediri - Persyarikatan Muhammadiyah

 PDM Kabupaten Kediri
.: Home > Artikel

Homepage

Zakat Profesi dan Pensiun

.: Home > Artikel > PDM
25 April 2014 08:14 WIB
Dibaca: 3282
Penulis :

ZAKAT PROFESI DAN GAJI PENSIUN

 

Pertanyaan :

1.      Bagaimana ketentuan penghitungan zakat profesi/ gaji pensiun? (Hal ini berkaitan dengan adanya perbedaan antara yang tertulis di Suara Muhammadiyah dan Buku Petunjuk Praktis Penghitungan Zakat)

2.      Mana yang benar, nishab zakat profesi diqiyaskan pada perdagangan atau pertanian?

 

Jawaban :

Sebelum kami menjawab, untuk lebih jelasnya, berikut ini kami kutipkan kembali secara ringkas ketentuan zakat profesi yang telah dimuat dalam Suara Muhammadiyah dan yang dimuat dalam Buku Petunjuk Praktis Penghitungan Zakat.

Ketentuan zakat profesi yang dimuat dalam Suara Muhammadiyah adalah sebagai berikut:

Zakat Profesi dikeluarkan setelah dikurangi dengan biaya kebutuhan hidup secara wajar, seperti untuk kebutuhan pangan, sandang, perumahan, biaya pendidikan, biaya kesehatan, transportasi dan lain sebagainya; apabila dalam jangka satu tahun mencapai jumlah uang seharga 85 gram emas murni (24 karat), maka dikeluarkan zakatnya 2,5 %.

 

Sementara ketentuan zakat profesi yang dimuat dalam buku Pedoman Zakat Praktis yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Lazis Muhammadiyah yang dijadikan rujukan oleh PCM Moga dalam menyusun buku Petunjuk Praktis Penghitungan Zakat adalah sebagai berikut:

Hasil profesi yang berupa harta dikategorikan berdasarkan qiyas atas kemiripan (syabbah) terhadap karakteristik harta zakat yang telah ada, yakni: Model bentuk harta yang diterima sebagai penghasilan berupa uang yang nisabnya adalah senilai dengan 552 kg beras, jika diqiyaskan dengan zakat pertanian, atau 85 gram emas jika diqiyaskan dengan zakat emas, sedangkan besarnya zakat yang harus dibayar adalah 2,5%.

 

Dari kedua keterangan tersebut memang terlihat ada perbedaan, yaitu pada pengqiyas-an zakat profesi dan pada ketentuan dikeluarkannya; apakah setelah dipotong biaya hidup atau sebelumnya.

 

Sebenarnya Fatwa Tarjih mengenai zakat profesi tidak hanya dimuat sekali dalam Suara Muhammadiyah, tetapi tidak ada salahnya kami pertegas kembali. Zakat profesi memang merupakan hasil ijtihad para ulama belakangan yang belum pernah ada di zaman Rasulullah saw, sehingga wajar jika terjadi banyak perbedaan pendapat. Namun demikian, Munas Tarjih XXV Tahun 2000 di Jakarta telah menetapkan bahwa zakat profesi itu hukumnya wajib, dengan ketentuan nisab setara dengan 85 gram emas 24 karat, dan kadarnya sebesar 2,5%. Dalam hal ini berarti zakat profesi diqiyaskan kepada zakat mal (harta).

 

Sedangkan mengenai pengeluarannya, sebagaimana telah dibahas dan dimuat dalam Tanya Jawab Agama Jilid III cetakan III halaman 157-159, dan Jilid V cetakan II halaman 95-96, Tim saat ini masih cenderung berpendapat bahwa zakat profesi dikeluarkan setelah dikurangi biaya hidup yang ma'ruf (layak). Yaitu yang benar-benar biaya kebutuhan pokok, kebutuhan primer, seperti kebutuhan pangan, sandang, perumahan, biaya pendidikan, kesehatan, transportasi dan sebagainya. Dan ukurannya adalah sesuai dengan 'urf masing-masing daerah.

 

Hal ini didasarkan pada firman Allah:

 

štRqè=t«ó¡o„ur#sŒ$tBtbqà)ÏÿZãƒÈ@è%uqøÿyèø9$#3šÏ9ºx‹x.ßûÎiüt7リ!$#ãNä3s9ÏM»tƒFy$#öNà6¯=yès9tbr㍩3xÿtFs?

Artinya: "Mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir." (QS. Al-Baqarah: 219)

 

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan bahwa menurut Ibnu Abbas, al-'Afw adalah "Sesuatu yang lebih dari kebutuhan keluarga". Demikian juga diriwayatkan dari Ibnu Umar, Mujahid, 'Atha, Ikrimah, Sa'id bin Jubair, Muhammad bin Ka'ab, Hasan, Qatadah, Qasim, Salim, 'Atha Khurasani, Rabi'ah bin Anas, dan lainnya berpendapat bahwa arti al-'Afwu dalam ayat tersebut adalah "lebih".

Hal ini juga ditunjukkan oleh hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Abu Hurairah:

 

قَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ عِنْدِي دِينَارٌ قَالَ أَنْفِقْهُ عَلَى نَفْسِكَ قَالَ عِنْدِي آخَرُ قَالَ أَنْفِقْهُعَلَى أَهْلِكَ قَالَ عِنْدِي آخَرُ قَالَ أَنْفِقْهُ عَلَى وَلَدِكَ قَالَ عِنْدِي آخَرُ قَالَ فَأَنْتَ أَبْصَرُ

 

Seorang laki-laki berkata, "Wahai Rasulullah, saya memiliki satu dinar," Lalu Rasulullah menjawab, "Nafkahkanlah untuk dirimu sendiri," Ia bekata lagi, "Saya mempunyai yang lain lagi," Rasulullah menjawab, "Nafkahkanlah kepada keluargamu," Ia berkata lagi, "Saya mempunyai yang lain lagi," Rasulullah menjawab, "Nafkahkanlah kepada anakmu," Ia berkata lagi, "Saya mempunyai yang lain lagi," Rasulullah menjawab, "Kau (berarti sudah) mempunyai kelapangan."

Hadist ini juga diriwayatkan oleh Muslim dalam kitabShahihnya. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan seseorang, istri, dan anaknya lebih didahulukan dari pada kebutuhan orang lain.

 

Muslim juga meriwayatkan dari Jabir, bahwa Rasulullah saw. berkata kepada seorang laki-laki:

 

ابْدَأْ بِنَفْسِكَ فَتَصَدَّقْ عَلَيْهَا فَإِنْ فَضَلَ شَيْءٌ فَلِأَهْلِكَ فَإِنْ فَضَلَ عَنْ أَهْلِكَ شَيْءٌ فَلِذِي قَرَابَتِكَ فَإِنْ فَضَلَ عَنْ ذِي قَرَابَتِكَ شَيْءٌ فَهَكَذَا وَهَكَذَا. (رواه مسلم)

"Berikanlah terlebih dahulu untuk kepentingan dirimu; bila lebih, maka untuk istrimu; bila masih lebih, maka untuk keluarga terdekatmu; bila masih lebih lagi, berikanlah untuk lain-lain." (HR. Muslim)

 

Meskipun hadist-hadist ini adalah tentang sedekah sunnah, tetapi hadist-hadist ini secara umum memberikan petunjuk tentang etika Islam dalam berinfak, dan bahwa sasarannya adalah "sesuatu yang lebih", sebagaimana yang dipahami oleh Jumhur ulama.

Pengambilan zakat dari pendapatan atau gaji bersih dimaksudkan supaya hutang bisa dibayar bila ada dan biaya hidup seseorang dan yang menjadi tanggungannya bisa dikeluarkan, karena biaya hidup terendah merupakan kebutuhan pokok seseorang.

 

Sehubungan zakat profesi diqiyaskan kepada emas, maka disyaratkan adanya haul. Jadi, semua harta yang didapat selama satu tahun berjalan digabungkan, dan jika ada sisa harta dalam satu tahun yang mencapai nisab maka wajib dikeluarkan zakatnya.

Tetapi dalam hal ini boleh juga mempercepat pengeluaran zakat. Hal ini berdasarkan hadist dari Ali:

 

أَنَّ الْعَبَّاسَ بْنَ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي تَعْجِيلِ صَدَقَتِهِ قَبْلَ أَنْ تَحِلَّ فَرَخَّصَ لَهُ فِي ذَلِكَ. (رَوَاهُ الْخَمْسَةُ إلَّا النَّسَائِيّ )

 

"Bahwa Abbas bin Abdul Muthallib bertanya kepada Rasulullah saw. dalam mempercepat mengeluarkan zakatnya sebelum datang waktu halalnya (satu tahun), lalu Nabi mengizinkan hal itu."(HR. Imam yang Lima kecuali Nasa'i)

 

Syaukani menyebutkan dalam Nailul Authar bahwa sanad hadist ini ada komentar, tetapi dikuatkan oleh hadist-hadist lain, diantaranya riwayat Abu Daud dan Thayalisi dari hadist Abu Rafi':

 

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِعُمَرَ : إنَّا كُنَّا تَعَجَّلْنَا صَدَقَةَ مَالِ الْعَبَّاسِ عَامَ الْأَوَّلِ

 

Bahwa Nabi saw. berkata kepada Umar: "Sesungguhnya kami telah mempercepat mengeluarkan zakat harta Abbas pada tahun pertama."

Jadi, jika mempunyai penghasilan tetap yang bisa diprediksi jika dihitung untuk waktu satu tahun ke depan telah mencapai nisab, maka bisa dikeluarkan zakatnya pada saat mendapatkan penghasilan itu.

Misal: Harga 85 gr emas = Rp. 17.000.000 (dengan asumsi @ emas murni (24 karat) = Rp. 200.000)

Gaji seorang pegawai Rp. 3.000.000/ bulan

Setelah dipotong biaya dapur, biaya pendidikan, kesehatan, biaya listrik, hutang, dan kebutuhan pokok lainnya ternyata masih tersisa Rp. 2.000.000. Jika dikalkulasi dalam setahun ia mendapat Rp. 2.000.000 x 12 = Rp. 24 .000.000, maka sudah mencapai nisab dan ia berhak mengeluarkan zakat sebesar 2,5 % x Rp. 2.000.000 = Rp. 50.000 jika dikeluarkan perbulan, atau bisa juga membayar satu kali tiap tahun sejumlah 12 x 2,5 % x Rp. 2.000.000 = Rp. 600.000. Nfl !

 


Tags:
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori :

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website